Etika Guru dan Murid dalam Pendidikan
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Hadis Sosial
Dosen Pengampu: Muhammad Akmaluddin, M.S.I.
Oleh:
M. Caesar Syarif H. (1504016019)
AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN & HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pada zaman
modern ini, etika para murid mengalami penurunan. Kita banyak melihat
murid-murid yang berbicara kasar kepada gurunya, berbicara dengan seenaknya.
Menganggap guru sebagai teman itu boleh-boleh saja, akan tetapi tetap harus
mempunyai rasa hormat kepada guru. Tetapi tidak hanya murid yang tidak sopan
terhadap gurunya, ada juga guru yang bersikap kasar kepada muridnya. Banyak
sekali kasus yang kita temui mengenai guru yang melakukan tindakan kepada murid-muridnya.
Maka dari itu,
dalam tulisan ini akan sedikit dipaparkan mengenai etika guru terhadap
muridnya, dan juga etika murid terhadap gurunya dalam bidang pendidikan. Agar
para murid dan para guru tau batasan-batasan seperti apa yang harus diperhatikan
dalam hal belajar dan mengajar.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian pendidikan?
2.
Apa
pengertian guru dan murid?
3.
Bagaimana
etika guru terhadap muridnya dalam dunia pendidikan?
4.
Bagaimana
etika murid terhadap gurunya?
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pendidikan
Menurut Ahmad
Tafsir pengertian pendidikan secara luas adalah Pengembangan pribadi dalam
semua aspek-aspeknya dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi
adalah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, pendidikan
oleh orang lain, seluruh aspek mencakup jasmani, akal dan hati.
Selain
pengertian di atas pendidikan dapat ditinjau dari dua segi yaitu segi pandangan
masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi muda ke
generasi muda agar hidup masyarakat itu tetap berkelanjutan atau dengan kata
lain masyarakat memiliki nilai-nilai budaya tradisional mengenai kehamilan,
misalnya mitoni, ningkepi, dan sebagainya. Tradisi ini dilakukan dari
generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut terpelihara. Adapun
dari kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang
terpendam dan tersembunyi. Pendidikan sebenarnya bukan hanya merupakan suatu
usaha manusia untuk menambah pengetahuan dan kemampuan dalam mencapai cita-cita
hidup, tetapi juga penghayatan nilai-nilai. Manusia mempunyai berbagai
kesanggupan, kalau kita pandai menggunakannya bisa berupa emas dan intan, bisa
mewujudkan harapan dan keinginan, dengan kata lain kemakmuran manusia
tergantung pada keberhasilannya. Pendidikannya dalam mencari dan menggarap
kekayaan yang terpendam pada setiap individu.
Adapun jenjang
jalur pendidikan sekolah meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah,
pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan itu sangat mempengaruhi segala sikap dan
tindakan setiap individu.[1]
2.
Pengertian Guru dan Murid
·
Guru
Dalam
Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005
pasal 1 ayat 1, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Secara
etimologis atau dalam arti sempit guru berkewajiban mewujudkan program kelas
adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau
kelas.
Secara lebih
luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran
yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan
masing-masing.
Adapun
pengertian guru secara terminologi memiliki banyak arti. Menurut pandangan
beberapa pakar pendidikan adalah sebagai berikut[2]:
a.
Ahmad
Tafsir
Mendifisikan
pendidikan dalam Islam sama juga dengan teori Barat, yaitu siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, baik potensi kognitif,
afektif, maupun potensi psikomotorik.
b.
Ahmad
D Marimba
Sebagai orang
memikul pertanggungan jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena
hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik.
c.
Zakiyah
Daradjat
Sebagai
pendidik profesional, sebab secara implisif ia telah merelakan dirinya menerima
dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang
tua.
·
Murid
Unsur kedua
yang memegang peranan penting dalam pendidikan adalah anak didik atau murid.
Murid adalah manusia yang akan dibentuk oleh dunia pendidikan. Ia adalah objek
sekaligus subjek, yang tanpa keberadaannya proses pendidikan mustahil berjalan.
Murid merupakan
potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses belajar
mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik secara fisik maupun psikologis dalam rangka mencapai tujuan
pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal, khususnya berupa sekolah.
Murid sebagai
unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat penting artinya bagi
terciptanya situasi kelas yang dinamis. Setiap murid harus memiliki perasaan
diterima (membership) terhadap kelasnya agar mampu ikut serta dalam kegiatan
kelas. Perasaan diterima itu akan menentukan sikap bertanggung jawab terhadap
kelas yang secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangannya
masing-masing.[3]
3.
Etika Guru terhadap Murid dalam Pendidikan
Guru merupakan
seseorang yang sangat penting bagi muridnya, karena dialah yang menjadi panutan
bagi murid-muridnya itu. Dia merupakan contoh untuk murid-muridnya di sekolah,
karena sekolah adalah tempat untuk belajar setelah pembelajaran dalam keluarga.
Untuk hal ini, guru (pendidik) memiliki peran yang sangat penting dalam
mengarahkan peserta didik untuk terus belajar dan belajar karakter. Berikut ini
beberapa cara yang dapat ditempuh oleh guru (pendidik).[4]
·
Guru
memilih model atau metode pembelajaran yang dapat melibatkan partisipasi aktif
peserta didik dalam setiap proses pembelajaran di kelas.
·
Guru
perlu mengajak orangtua peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam membantu
terlaksananya pendidikan karakter bagi putra-putri mereka, seperti menjadikan
rumah tinggal (keluarga) sebagai basis utama pembangunan karakter.
·
Guru
juga harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta
didik agar ia dapat belajar dengan efektif dalam suasana belajar yang aman;
aktif; kreatif demokratis; serta didukung dengan kedisiplinan, kejujuran, dan
kesantunan.
·
Guru
juga harus memfasilitasi peserta didiknya agar terbiasa dengan sikap dan
perilaku yang berkarakter.
·
Guru
juga dituntut memahami karakteristik para peserta didiknya yang beragam
sehingga ia dapat menerapkan kurikulum yang tepat demi terwujudnya lulusan yang
berkarakter.
·
Hal
yang sangat penting adalah guru harus menjadi model atau teladan (uswah
hasanah) bagi peserta didik yang dapat memudahkan tugasnya dalam melaksanakan
pendidikan karakter, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Beberapa peran guru seperti di atas sangatlah penting untuk
diperhatikan. Selain itu guru juga sangatlah penting sebagai pemberi ilmu
kepada muridnya, karena di dalam Islam ilmu itu sendiri wajib untuk dituntut.
Artinya: ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”. (Ibnu
Majah).[5]
فَضْلُ
الْعِلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ وَخَيْرُ دِيْنِكُمُ الْوَرَعُ
Artinya: “Keutamaan ilmu lebih baik daripada keutamaan ibadah, dan
sebaik-baik agama kalian adalah sikap wara’.” (Ath-Thabrani).[6]
Dari kedua
hadis di atas dapat kita ketahui bahwa guru sangatlah penting sebagai pembawa
ilmu yang wajib kita tuntut itu. Akan tetapi guru juga harus mempunyai etika
yang baik karena dia merupakan teladan bagi muridnya. Berikut beberapa etika
guru terhadap muridnya[7]:
·
Seorang guru dalam menyampaikan proses belajar
kepada santri hendaknya dengan niat; mencari ridlo Allah SWT, menyebarkan ilmu,
menghidupkan syariat agama, menghilangkan kebatilan, terpeliharanya kebaikan
iman dengan tumbuhnya generasi ulama, memperoleh pahala dari mereka, mendapat
barokah doa dari mereka, terhitung dalam orang yang menyampaikan hukum-hukum
Allah SWT.
·
Tidak ada alasan untuk tidak mengajar karena
tidak adanya keikhlasan. Mengajarlah sekalipun belum ikhlas, sambil membenahi
niat yang benar.
·
Mencintai siswa seperti halnya seorang guru
yang mencintai dirinya sendiri
·
Memberikan kemudahan dalam menyampaikan materi
pembelajaran dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
·
Menyampaikan materi pembelajaran dengan
semangat yang tinggi.
·
Menganjurkan kepada siswa untuk mengulang
hafalan.
·
Menegur siswa yang belajar diluar kemampuannya.
·
Tidak boleh menonjolkan rasa pilih kasih.
·
Buatlah suasana yang harmonis dalam ruang
kelas, ingatkan siswa yang tidak hadir dengan baik.
·
Memperhatikan apa saja yang dikerjakan para
siswa, baik dalam penyampaian salam, berkomunikasi, saling tolong menolong
dalam kebaikan.
·
Apabila ada siswa yang absen melebihi batas
izin maka tanyakan kondisi dan keadaannya.
·
Menaruh rasa tawadu’ kepada siswa dan orang
yang meminta petunjuk.
·
Berbicara dengan siswa dengan sopan dan santun
terlebih kepada mereka yang berprestasi.
Selain itu saat
guru berpapasan dengan muridnya di jalan, guru juga harus mengucapkan salam,
seperti yang tertulis dalam hadis berikut.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ سَيَّارٍ عَنْ ثَابِتٍ
الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ
Artinya: Yahya
bin yahya menceritakan kepada kami, Hasyim mengabarkan kepada kami dari Sayyar,
dari Syabit al-Bunani, dari Anas bin Malik, “bahwa rasulullah pernah melewati
beberapa anak kecil lalu mengucapkan salam kepadanya.”[8]
Guru juga harus
tersenyum saat berbicara atau mengajarkan sesuatu kepada muridnya, Abu Darda'
berkata sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
مَارَأَيْتُ أَوْسَمِعْتُ رَسُوْلَ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ حَدِيْثًا إِلاَّ تَبَسَّمَ
مَارَأَيْتُ أَوْسَمِعْتُ رَسُوْلَ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ حَدِيْثًا إِلاَّ تَبَسَّمَ
Artinya:
"Tidak pernah saya lihat atau saya dengar Rasulullah saw. mengatakan suatu
perkataan kecuali sambil tersenyum".[9]
Selain itu saat
guru mengajarkan ilmu kepada muridnya, guru tidak boleh bersikap keras atau
kasar kepada muridnya. Al-Harits, Ath-Thayalisi dan Al-Baihaqi meriwayatkan:
عَلِّمُوْا وَلاَ تُعَنِّفُوْا فَإِنَّ الْمُعَلِّمَ خَيْرٌ مِنَ
الْمُعَنِّفِ
Artinya: "Ajarkanlah ilmu dan janganlah kalian bersikap
keras, karena sesungguhnya mengajar ilmu lebih baik dari orang yang bersikap
keras".[10]
Terlihat dengan
jelas, bahwa seorang guru merupakan salah satu sosok penting dalam kehidupan. Maka
dari itu seorang guru harus mempunyai etika yang baik yang pantas untuk
dicontoh bagi murid-murid yang menuntut ilmu kepadanya.
4.
Etika Murid terhadap Guru
Etika adalah
penentu kebahagiaan seseorang, kurangnya etika akan membawa kehancuran. Dengan
etika akan membawa kebaikan di akhirat nanti. Murid adalah orang yang menuntut
ilmu kepada guru, untuk mengamalkan ilmu yang telah dipelajari dari guru, murid
haruslah mempunyai adab atau etika yang baik. Menurut Syeikh Ahmad Nawawi, adab murid
terhadap guru antara lain[11]:
·
Murid
harus taat kepada guru terhadap apa yang diperintahkan di dalam perkara yang
halal.
·
Murid
harus menghormati guru.
·
Mengucapkan
salam ketika bertemu dengan guru, karena perilaku itu bisa membuat guru senang.
·
Ketika
murid bertemu guru di tepi jalan, hendaklah murid menghormati guru dengan
berdiri dan berhenti.
·
Murid
hendaknya menyiapkan tempat duduk guru sebelum guru datang.
·
Ketika
duduk di hadapan guru harus sopan seperti ketika sedang sholat yaitu dengan
menundukkan kepala.
·
Murid
harus memperhatikan penjelasan guru.
·
Murid
jangan bertanya ketika guru sedang lelah.
·
Ketika
duduk dalam suatu majelis pelajaran, murid hendaklah tidak menolah-noleh ke
belakang.
·
Murid
jangan bertanya kepada guru tentang ilmu yang bukan di bidangnya atau bukan
ahlinya.
·
Murid
harus memperhatikan penjelasan guru dan mencatatnya untuk mengikat ilmu agar
tidak mudah hilang.
·
Murid
harus berprasangka baik terhadap guru.
Semua hal di
atas sangatlah penting bagi seorang murid, karena dengan adanya hal tersebut di
dalam dirinya, maka ilmu yang dia peroleh akan sangatlah bermanfaat.
Kita dapat
mengambil contoh dari Ar-Rabi’ bin Sulaiman yang tidak berani meminum air di
saat berada di hadapan gurunya, dia tidak berani melakukannya karena dia segan
terhadap gurunya. Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,
مَا
وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ
هَيْبَةً لَهُ
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i
melihatku karena segan kepadanya”.[12]
Hal tersebut
murupakan sesuatu yang layak dan baik untuk kita tiru. Kita juga harus
memuliakan seseorang yang lebih tua dari kita, seperti orangtua kita di rumah
termasuk guru kita di sekolah, karena guru atau orang yang berilmu itu harus
diutamakan pandangannya. Rasulullah sallallahualaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ
لِعَالِمِنَا
Artinya: “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan
yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak)
orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya).” (Ahmad).[13]
Dari penjelasan
di atas dapat kita ketahui bahwa murid adalah orang yang mencari ilmu. Dalam
perjalanan mencari ilmu itu murid haruslah mempunyai adab dan etika yang baik
seperti menghormati gurunya. Karena dengan adanya etika tersebut, maka ilmu
yang didapatnya akan sangatlah berguna bagi kehidupan ini.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari uraian di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru dalam mengajarkan ilmunya kepada murid
haruslah dengan cara yang baik. Saat berbicara dengan muridnya diusahakan untuk
selalu tersenyum, iklas, dan tetap menjaga kesopan santunan walaupun dengan
muridnya sendiri.
Begitu juga
dengan murid, murid harus mempunyai rasa hormat kepada gurunya. Tidak boleh
berkata kasar, dan selalu menuruti perintah guru asalkan hal itu baik. Selalu
menghargai guru dan memuliakannya.
2.
Saran
Semoga dengan
adanya uraian ini, dapat sedikit menyadarkan guru-guru dan murid-murid mengenai
pentingnya etika. Dan juga agar keduanya saling menghargai dan satu sama lain,
baik guru terhadap muridnya maupun murid terhadap gurunya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani, Syaikh Muhammad Nashiruddin. 2012. Shahih
at-Targhib wa at-Tarhib (Jilid
1).
Terjemahan Izzudin Karimi, dkk. Jakarta: DARUL HAQ
Terjemahan Izzudin Karimi, dkk. Jakarta: DARUL HAQ
Maksum, Ifrod. Etika Guru Terhadap Diri Sendiri, Siswa, Dan
dalam Proses Pembelajaran.
(diakses dari http://www.nomifrod.com/2016/06/etika-guru-terhadap-diri-sendiri-siswa.html,
pada tanggal 2 Januari 2017 pukul 17:28 WIB.)
(diakses dari http://www.nomifrod.com/2016/06/etika-guru-terhadap-diri-sendiri-siswa.html,
pada tanggal 2 Januari 2017 pukul 17:28 WIB.)
Mansur. 2006. Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan (Cet. ke
3). Yogyakarta: Mitra Pustaka
Marzuki. 2015. Pendidikan Karakter Isla. Jakarta: AMZAH
Matsura, Ratna Hana. Adab Murid Terhadap Guru. (diakses dari
http://bersamadakwah.net/adab-murid-terhadap-guru/, pada tanggal 2 Januari 2017 pukul
06:53 WIB.)
http://bersamadakwah.net/adab-murid-terhadap-guru/, pada tanggal 2 Januari 2017 pukul
06:53 WIB.)
Nandya, Anisa. 2013. Etika Murid Terhadap Guru (Analisis Kitab
Ta’lim Muta’allim Karangan
Syaikh Az-Zarnuji). Skripsi. Fakultas Tarbiyah, PAI, STAIN Salatiga
Syaikh Az-Zarnuji). Skripsi. Fakultas Tarbiyah, PAI, STAIN Salatiga
An-Nawawi. 2011. Syarah Shahih Muslim (Jilid 14). Terjemahan
Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka
Azzam
Azzam
Zahrudin, H. Ma'mun. Adab dan Etika Siswa Terhadap Guru. (diakses
dari
http://haditstarbawielghazy.blogspot.co.id/2015/09/adab-dan-etika-siswa-terhadap-guru.html,
pada tanggal 8 Oktober 2016 pukul 20:38 WIB.)
http://haditstarbawielghazy.blogspot.co.id/2015/09/adab-dan-etika-siswa-terhadap-guru.html,
pada tanggal 8 Oktober 2016 pukul 20:38 WIB.)
An-Nawawi. 2011. Syarah Shahih Muslim (Jilid 16). Terjemahan
Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka
Azzam
Azzam
Syar’I, Muhammad Halid. Adab Seorang Murid Terhadap Guru. (diakses
dari
https://muslim.or.id/25497-adab-seorang-murid-terhadap-guru.html, pada tanggal 8
Oktober 2016 pukul 20:48 WIB.)
https://muslim.or.id/25497-adab-seorang-murid-terhadap-guru.html, pada tanggal 8
Oktober 2016 pukul 20:48 WIB.)
[1]
Mansur, Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan (Cet. ke 3), Mitra Pustaka,
Yogyakarta, 2006, Hlm. 109-110.
[2]
Anisa Nandya, Etika Murid Terhadap Guru (Analisis Kitab Ta’lim Muta’allim
Karangan Syaikh Az-Zarnuji), Skripsi, Fakultas Tarbiyah, PAI, STAIN
Salatiga, 2013, Hlm. 26-27.
[3]
Ibid, Hlm. 30-31.
[4]
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, AMZAH, Jakarta, 2015, Hlm. 41-42.
[5]
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib (Jilid
1), Terjemahan Izzudin Karimi, dkk., DARUL HAQ, Jakarta, 2012
[6]
Ibid,
[7]
Ifrod Maksum, Etika Guru Terhadap Diri Sendiri, Siswa, Dan dalam Proses
Pembelajaran, (diakses dari http://www.nomifrod.com/2016/06/etika-guru-terhadap-diri-sendiri-siswa.html,
pada tanggal 2 Januari 2017 pukul 17:28 WIB.)
[8]
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Jilid 14), Terjemahan Amir Hamzah, Pustaka
Azzam, Jakarta, 2011
[9]
H. Ma'mun Zahrudin, Adab dan Etika Siswa Terhadap Guru, (diakses dari
http://haditstarbawielghazy.blogspot.co.id/2015/09/adab-dan-etika-siswa-terhadap-guru.html,
pada tanggal 8 Oktober 2016 pukul 20:38 WIB.)
[10]
An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Jilid 16), Terjemahan Amir Hamzah,
Pustaka Azzam, Jakarta, 2011
[11]
Ratna Hana Matsura, Adab Murid Terhadap Guru, (diakses dari http://bersamadakwah.net/adab-murid-terhadap-guru/,
pada tanggal 2 Januari 2017 pukul 06:53 WIB.)
[12]
Muhammad Halid Syar’i, Adab Seorang Murid Terhadap Guru, (diakses dari https://muslim.or.id/25497-adab-seorang-murid-terhadap-guru.html,
pada tanggal 8 Oktober 2016 pukul 20:48 WIB.)
[13]
Ibid,
1 komentar:
Tulis komentarterimakasih sangat bermanfaat infonya.
Replysalam kenal.
MOBA