Kamis, 06 Juli 2017

Makalah Hadis Etika Guru dan Murid dalam Pendidikan

Post oleh : Unknown | Rilis : Juli 06, 2017 | Series :
Etika Guru dan Murid dalam Pendidikan
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Hadis Sosial
Dosen Pengampu: Muhammad Akmaluddin, M.S.I.


Oleh:
M. Caesar Syarif H.    (1504016019)

AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN & HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016



PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pada zaman modern ini, etika para murid mengalami penurunan. Kita banyak melihat murid-murid yang berbicara kasar kepada gurunya, berbicara dengan seenaknya. Menganggap guru sebagai teman itu boleh-boleh saja, akan tetapi tetap harus mempunyai rasa hormat kepada guru. Tetapi tidak hanya murid yang tidak sopan terhadap gurunya, ada juga guru yang bersikap kasar kepada muridnya. Banyak sekali kasus yang kita temui mengenai guru yang melakukan tindakan kepada murid-muridnya.
Maka dari itu, dalam tulisan ini akan sedikit dipaparkan mengenai etika guru terhadap muridnya, dan juga etika murid terhadap gurunya dalam bidang pendidikan. Agar para murid dan para guru tau batasan-batasan seperti apa yang harus diperhatikan dalam hal belajar dan mengajar.

2.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pendidikan?
2.      Apa pengertian guru dan murid?
3.      Bagaimana etika guru terhadap muridnya dalam dunia pendidikan?
4.      Bagaimana etika murid terhadap gurunya?



 PEMBAHASAN

1.      Pengertian Pendidikan
Menurut Ahmad Tafsir pengertian pendidikan secara luas adalah Pengembangan pribadi dalam semua aspek-aspeknya dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi adalah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, pendidikan oleh orang lain, seluruh aspek mencakup jasmani, akal dan hati.
Selain pengertian di atas pendidikan dapat ditinjau dari dua segi yaitu segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi muda ke generasi muda agar hidup masyarakat itu tetap berkelanjutan atau dengan kata lain masyarakat memiliki nilai-nilai budaya tradisional mengenai kehamilan, misalnya mitoni, ningkepi, dan sebagainya. Tradisi ini dilakukan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut terpelihara. Adapun dari kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Pendidikan sebenarnya bukan hanya merupakan suatu usaha manusia untuk menambah pengetahuan dan kemampuan dalam mencapai cita-cita hidup, tetapi juga penghayatan nilai-nilai. Manusia mempunyai berbagai kesanggupan, kalau kita pandai menggunakannya bisa berupa emas dan intan, bisa mewujudkan harapan dan keinginan, dengan kata lain kemakmuran manusia tergantung pada keberhasilannya. Pendidikannya dalam mencari dan menggarap kekayaan yang terpendam pada setiap individu.
Adapun jenjang jalur pendidikan sekolah meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan itu sangat mempengaruhi segala sikap dan tindakan setiap individu.[1]


2.      Pengertian Guru dan Murid
·         Guru
Dalam Undang-undang RI Nomor 14  tahun 2005 pasal 1 ayat 1, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Secara etimologis atau dalam arti sempit guru berkewajiban mewujudkan program kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kelas.
Secara lebih luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.
Adapun pengertian guru secara terminologi memiliki banyak arti. Menurut pandangan beberapa pakar pendidikan adalah sebagai berikut[2]:
a.       Ahmad Tafsir
Mendifisikan pendidikan dalam Islam sama juga dengan teori Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, baik potensi kognitif, afektif, maupun potensi psikomotorik.
b.      Ahmad D Marimba
Sebagai orang memikul pertanggungan jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik.
c.       Zakiyah Daradjat
Sebagai pendidik profesional, sebab secara implisif ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua.

·         Murid
Unsur kedua yang memegang peranan penting dalam pendidikan adalah anak didik atau murid. Murid adalah manusia yang akan dibentuk oleh dunia pendidikan. Ia adalah objek sekaligus subjek, yang tanpa keberadaannya proses pendidikan mustahil berjalan.
Murid merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik maupun psikologis dalam rangka mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal, khususnya berupa sekolah.
Murid sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat penting artinya bagi terciptanya situasi kelas yang dinamis. Setiap murid harus memiliki perasaan diterima (membership) terhadap kelasnya agar mampu ikut serta dalam kegiatan kelas. Perasaan diterima itu akan menentukan sikap bertanggung jawab terhadap kelas yang secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing.[3]

3.      Etika Guru terhadap Murid dalam Pendidikan
Guru merupakan seseorang yang sangat penting bagi muridnya, karena dialah yang menjadi panutan bagi murid-muridnya itu. Dia merupakan contoh untuk murid-muridnya di sekolah, karena sekolah adalah tempat untuk belajar setelah pembelajaran dalam keluarga. Untuk hal ini, guru (pendidik) memiliki peran yang sangat penting dalam mengarahkan peserta didik untuk terus belajar dan belajar karakter. Berikut ini beberapa cara yang dapat ditempuh oleh guru (pendidik).[4]
·         Guru memilih model atau metode pembelajaran yang dapat melibatkan partisipasi aktif peserta didik dalam setiap proses pembelajaran di kelas.
·         Guru perlu mengajak orangtua peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam membantu terlaksananya pendidikan karakter bagi putra-putri mereka, seperti menjadikan rumah tinggal (keluarga) sebagai basis utama pembangunan karakter.
·         Guru juga harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didik agar ia dapat belajar dengan efektif dalam suasana belajar yang aman; aktif; kreatif demokratis; serta didukung dengan kedisiplinan, kejujuran, dan kesantunan.
·         Guru juga harus memfasilitasi peserta didiknya agar terbiasa dengan sikap dan perilaku yang berkarakter.
·         Guru juga dituntut memahami karakteristik para peserta didiknya yang beragam sehingga ia dapat menerapkan kurikulum yang tepat demi terwujudnya lulusan yang berkarakter.
·         Hal yang sangat penting adalah guru harus menjadi model atau teladan (uswah hasanah) bagi peserta didik yang dapat memudahkan tugasnya dalam melaksanakan pendidikan karakter, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah.
Beberapa peran guru seperti di atas sangatlah penting untuk diperhatikan. Selain itu guru juga sangatlah penting sebagai pemberi ilmu kepada muridnya, karena di dalam Islam ilmu itu sendiri wajib untuk dituntut.

Artinya: ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”. (Ibnu Majah).[5]
فَضْلُ الْعِلْمِ خَيْرٌ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ وَخَيْرُ دِيْنِكُمُ الْوَرَعُ
Artinya: “Keutamaan ilmu lebih baik daripada keutamaan ibadah, dan sebaik-baik agama kalian adalah sikap wara’.” (Ath-Thabrani).[6]
Dari kedua hadis di atas dapat kita ketahui bahwa guru sangatlah penting sebagai pembawa ilmu yang wajib kita tuntut itu. Akan tetapi guru juga harus mempunyai etika yang baik karena dia merupakan teladan bagi muridnya. Berikut beberapa etika guru terhadap muridnya[7]:
·         Seorang guru dalam menyampaikan proses belajar kepada santri hendaknya dengan niat; mencari ridlo Allah SWT, menyebarkan ilmu, menghidupkan syariat agama, menghilangkan kebatilan, terpeliharanya kebaikan iman dengan tumbuhnya generasi ulama, memperoleh pahala dari mereka, mendapat barokah doa dari mereka, terhitung dalam orang yang menyampaikan hukum-hukum Allah SWT.
·         Tidak ada alasan untuk tidak mengajar karena tidak adanya keikhlasan. Mengajarlah sekalipun belum ikhlas, sambil membenahi niat yang benar.
·         Mencintai siswa seperti halnya seorang guru yang mencintai dirinya sendiri
·         Memberikan kemudahan dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
·         Menyampaikan materi pembelajaran dengan semangat yang tinggi.
·         Menganjurkan kepada siswa untuk mengulang hafalan.
·         Menegur siswa yang belajar diluar kemampuannya.
·         Tidak boleh menonjolkan rasa pilih kasih.
·         Buatlah suasana yang harmonis dalam ruang kelas, ingatkan siswa yang tidak hadir dengan baik.
·         Memperhatikan apa saja yang dikerjakan para siswa, baik dalam penyampaian salam, berkomunikasi, saling tolong menolong dalam kebaikan.
·         Apabila ada siswa yang absen melebihi batas izin maka tanyakan kondisi dan keadaannya.
·         Menaruh rasa tawadu’ kepada siswa dan orang yang meminta petunjuk.
·         Berbicara dengan siswa dengan sopan dan santun terlebih kepada mereka yang berprestasi.
Selain itu saat guru berpapasan dengan muridnya di jalan, guru juga harus mengucapkan salam, seperti yang tertulis dalam hadis berikut.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا هُشَيْمٌ عَنْ سَيَّارٍ عَنْ ثَابِتٍ الْبُنَانِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ
Artinya: Yahya bin yahya menceritakan kepada kami, Hasyim mengabarkan kepada kami dari Sayyar, dari Syabit al-Bunani, dari Anas bin Malik, “bahwa rasulullah pernah melewati beberapa anak kecil lalu mengucapkan salam kepadanya.”[8]
Guru juga harus tersenyum saat berbicara atau mengajarkan sesuatu kepada muridnya, Abu Darda' berkata sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
مَارَأَيْتُ أَوْسَمِعْتُ رَسُوْلَ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ حَدِيْثًا إِلاَّ تَبَسَّمَ
Artinya: "Tidak pernah saya lihat atau saya dengar Rasulullah saw. mengatakan suatu perkataan kecuali sambil tersenyum".[9]
Selain itu saat guru mengajarkan ilmu kepada muridnya, guru tidak boleh bersikap keras atau kasar kepada muridnya. Al-Harits, Ath-Thayalisi dan Al-Baihaqi meriwayatkan:
عَلِّمُوْا وَلاَ تُعَنِّفُوْا فَإِنَّ الْمُعَلِّمَ خَيْرٌ مِنَ الْمُعَنِّفِ
Artinya: "Ajarkanlah ilmu dan janganlah kalian bersikap keras, karena sesungguhnya mengajar ilmu lebih baik dari orang yang ber­sikap keras".[10]
Terlihat dengan jelas, bahwa seorang guru merupakan salah satu sosok penting dalam kehidupan. Maka dari itu seorang guru harus mempunyai etika yang baik yang pantas untuk dicontoh bagi murid-murid yang menuntut ilmu kepadanya.

4.      Etika Murid terhadap Guru
Etika adalah penentu kebahagiaan seseorang, kurangnya etika akan membawa kehancuran. Dengan etika akan membawa kebaikan di akhirat nanti. Murid adalah orang yang menuntut ilmu kepada guru, untuk mengamalkan ilmu yang telah dipelajari dari guru, murid haruslah mempunyai adab atau etika yang baik. Menurut Syeikh Ahmad Nawawi, adab murid terhadap guru antara lain[11]:
·         Murid harus taat kepada guru terhadap apa yang diperintahkan di dalam perkara yang halal.
·         Murid harus menghormati guru.
·         Mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru, karena perilaku itu bisa membuat guru senang.
·         Ketika murid bertemu guru di tepi jalan, hendaklah murid menghormati guru dengan berdiri dan berhenti.
·         Murid hendaknya menyiapkan tempat duduk guru sebelum guru datang.
·         Ketika duduk di hadapan guru harus sopan seperti ketika sedang sholat yaitu dengan menundukkan kepala.
·         Murid harus memperhatikan penjelasan guru.
·         Murid jangan bertanya ketika guru sedang lelah.
·         Ketika duduk dalam suatu majelis pelajaran, murid hendaklah tidak menolah-noleh ke belakang.
·         Murid jangan bertanya kepada guru tentang ilmu yang bukan di bidangnya atau bukan ahlinya.
·         Murid harus memperhatikan penjelasan guru dan mencatatnya untuk mengikat ilmu agar tidak mudah hilang.
·         Murid harus berprasangka baik terhadap guru.
Semua hal di atas sangatlah penting bagi seorang murid, karena dengan adanya hal tersebut di dalam dirinya, maka ilmu yang dia peroleh akan sangatlah bermanfaat.
Kita dapat mengambil contoh dari Ar-Rabi’ bin Sulaiman yang tidak berani meminum air di saat berada di hadapan gurunya, dia tidak berani melakukannya karena dia segan terhadap gurunya. Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,
مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ
Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.[12]
Hal tersebut murupakan sesuatu yang layak dan baik untuk kita tiru. Kita juga harus memuliakan seseorang yang lebih tua dari kita, seperti orangtua kita di rumah termasuk guru kita di sekolah, karena guru atau orang yang berilmu itu harus diutamakan pandangannya. Rasulullah sallallahualaihi wasallam bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا
Artinya: Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya).” (Ahmad).[13]
Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa murid adalah orang yang mencari ilmu. Dalam perjalanan mencari ilmu itu murid haruslah mempunyai adab dan etika yang baik seperti menghormati gurunya. Karena dengan adanya etika tersebut, maka ilmu yang didapatnya akan sangatlah berguna bagi kehidupan ini.


PENUTUP

1.      Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru dalam mengajarkan ilmunya kepada murid haruslah dengan cara yang baik. Saat berbicara dengan muridnya diusahakan untuk selalu tersenyum, iklas, dan tetap menjaga kesopan santunan walaupun dengan muridnya sendiri.
Begitu juga dengan murid, murid harus mempunyai rasa hormat kepada gurunya. Tidak boleh berkata kasar, dan selalu menuruti perintah guru asalkan hal itu baik. Selalu menghargai guru dan memuliakannya.

2.      Saran
Semoga dengan adanya uraian ini, dapat sedikit menyadarkan guru-guru dan murid-murid mengenai pentingnya etika. Dan juga agar keduanya saling menghargai dan satu sama lain, baik guru terhadap muridnya maupun murid terhadap gurunya.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Albani, Syaikh Muhammad Nashiruddin. 2012. Shahih at-Targhib wa at-Tarhib (Jilid 1).
              Terjemahan Izzudin Karimi, dkk. Jakarta: DARUL HAQ
Maksum, Ifrod. Etika Guru Terhadap Diri Sendiri, Siswa, Dan dalam Proses Pembelajaran.
              (diakses dari http://www.nomifrod.com/2016/06/etika-guru-terhadap-diri-sendiri-siswa.html,
               pada tanggal 2 Januari 2017 pukul   17:28 WIB.)
Mansur. 2006. Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan (Cet. ke 3). Yogyakarta: Mitra Pustaka
Marzuki. 2015. Pendidikan Karakter Isla. Jakarta: AMZAH
Matsura, Ratna Hana. Adab Murid Terhadap Guru. (diakses dari
               http://bersamadakwah.net/adab-murid-terhadap-guru/, pada tanggal 2 Januari 2017 pukul
               06:53 WIB.)
Nandya, Anisa. 2013. Etika Murid Terhadap Guru (Analisis Kitab Ta’lim Muta’allim Karangan
               Syaikh Az-Zarnuji). Skripsi. Fakultas Tarbiyah, PAI, STAIN Salatiga
An-Nawawi. 2011. Syarah Shahih Muslim (Jilid 14). Terjemahan Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka
               Azzam
Zahrudin, H. Ma'mun. Adab dan Etika Siswa Terhadap Guru. (diakses dari
             http://haditstarbawielghazy.blogspot.co.id/2015/09/adab-dan-etika-siswa-terhadap-guru.html,
             pada tanggal 8 Oktober 2016 pukul 20:38 WIB.)
An-Nawawi. 2011. Syarah Shahih Muslim (Jilid 16). Terjemahan Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka
               Azzam
Syar’I, Muhammad Halid. Adab Seorang Murid Terhadap Guru. (diakses dari
               https://muslim.or.id/25497-adab-seorang-murid-terhadap-guru.htmlpada tanggal 8
               Oktober 2016 pukul 20:48 WIB.)




[1] Mansur, Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan (Cet. ke 3), Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2006, Hlm. 109-110.
[2] Anisa Nandya, Etika Murid Terhadap Guru (Analisis Kitab Ta’lim Muta’allim Karangan Syaikh Az-Zarnuji), Skripsi, Fakultas Tarbiyah, PAI, STAIN Salatiga, 2013, Hlm. 26-27.
[3] Ibid, Hlm. 30-31.
[4] Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, AMZAH, Jakarta, 2015, Hlm. 41-42.
[5] Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib (Jilid 1), Terjemahan Izzudin Karimi, dkk., DARUL HAQ, Jakarta, 2012
[6] Ibid,
[7] Ifrod Maksum, Etika Guru Terhadap Diri Sendiri, Siswa, Dan dalam Proses Pembelajaran, (diakses dari http://www.nomifrod.com/2016/06/etika-guru-terhadap-diri-sendiri-siswa.html, pada tanggal 2 Januari 2017 pukul 17:28 WIB.)
[8] An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Jilid 14), Terjemahan Amir Hamzah, Pustaka Azzam, Jakarta, 2011
[9] H. Ma'mun Zahrudin, Adab dan Etika Siswa Terhadap Guru, (diakses dari http://haditstarbawielghazy.blogspot.co.id/2015/09/adab-dan-etika-siswa-terhadap-guru.html, pada tanggal 8 Oktober 2016 pukul 20:38 WIB.)
[10] An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim (Jilid 16), Terjemahan Amir Hamzah, Pustaka Azzam, Jakarta, 2011
[11] Ratna Hana Matsura, Adab Murid Terhadap Guru, (diakses dari http://bersamadakwah.net/adab-murid-terhadap-guru/, pada tanggal 2 Januari 2017 pukul 06:53 WIB.)
[12] Muhammad Halid Syar’i, Adab Seorang Murid Terhadap Guru, (diakses dari https://muslim.or.id/25497-adab-seorang-murid-terhadap-guru.html, pada tanggal 8 Oktober 2016 pukul 20:48 WIB.)
[13] Ibid,

google+

linkedin

1 komentar:

Tulis komentar
avatar
bungyans
Admin
29 Agustus 2018 pukul 00.55

terimakasih sangat bermanfaat infonya.
salam kenal.
MOBA

Reply