Minggu, 30 Juli 2017

Makalah Cultural Studies

Post oleh : Unknown | Rilis : Juli 30, 2017 | Series :
Cultural Studies
Tugas Mata Kuliah : Cultural Studies
Dosen Pengampu : Naili Ni’matul Illiyyun, M.A

                                                                                                            
Oleh :
1.      Andri Astuti                (1504016007)
2.      M. Caesar Syarif H.    (1504016019)

AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN & HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2016




PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Cultural studies merupakan paradigma baru dalam kajian ilmu sosial, memperkenalkan budaya dalam dimensi yang baru. Tidak hanya sebagai kreasi manusia dan hasil perilaku, tetapi menelaah pemahaman mendalam antara budaya dan kekuasaan yang mendasarinya. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa saling berhubungan satu sama lain. Untuk itulah peran komunikasi dibutuhkan. Dalam hidup bermasyarakat orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalam berbagai aspek, seperti: adanya keberagaman suku agama, bahasa, adat istiadat.
Kajian ilmu komunikasi yang cenderung linier seperti di atas terasa mendapatkan angin segar dengan kehadiran kajian budaya, atau yang disebut cultural studies. Ada banyak orang yang membicarakan kebudayaan dengan berbagai aspeknya, tetapi tak banyak orang yang mampu mendefinisikan apa sesungguhnya kebudayaan itu dan mengapa kebudayaan demikian kuat memberikan pengaruh pada kehidupan manusia selama perjalanan hidupnya. Tidak hanya di bidang ilmu komunikasi saja, cultural studies juga merambah bidang keilmuwan yang lain seperti psikologi, antropologi, linguistik ilmu politik hingga sains. Kenapa bisa seperti itu? karena memang yang menjadi objek perhatiannnya adalah budaya, tentu saja dalam arti luas. Dari uraian tersebut kami ingin sedikit menjelaskan mengenai pengertian dan ruang lingkup kajian budaya atau cultural studies.

2.      Rumusan Masalah
1)      Apa pengertian cultural studies?
2)      Apa saja ruang lingkup cultural studies?


PEMBAHASAN

1.      Pengertian Cultural Studies
Cultural studies merupakan suatu pembentukan wacana, yaitu ‘kluster (atau bangunan) gagasan-gagasan, citra-citra dan praktik-praktik, yang menyediakan cara-cara untuk membicarakan topik, aktivitas sosial tertentu atau arena institusional dalam masyarakat. Cara-cara tersebut dapat berbentuk pengetahuan dan tindakan yang terkait dengannya’ (Hall, 1997a:6). Cultural studies dibangun oleh suatu cara berbicara yang tertata perihal objek-objek (yang dibawanya sebagai permasalahan) dan yang berkumpul di sekitar konsep-konsep kunci, gagasan-gagasan dan pokok-pokok perhatian. Selain itu, cultural studies memiliki suatu momen ketika dia menamai dirinya sendiri, meskipun penamaan itu hanya menandai penggalan atau kilasan dari suatu proyek intelektual yang terus berubah.[1]
Tradisi kajian budaya menjadi tradisi studi yang banyak dilakukan awal kemunculannya oleh para akademisi dan peneliti di Center for Contemporary Cultural Studies (CCCC). Universitas Birmingham di Inggris pada tahun 1960an. Sejak saat itu kajian budaya menjadi tradisi studi yang meluas di kalangan intelektual di negara-negara seperti Amerika, Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Eropa, dengan setiap informasi yang berbeda-beda objek kajiannya (Barker, 2012).
Sejak awal kemunculannya, kajian budaya menjadi semakin besar dan hasil-hasil studi yang dihasilkannya semakin meningkat. Buku-buku teks tentang kajian budaya dan budaya populer dikalangan akademik tumbuh pesat. McGuigan (1997) bahkan menyatakan bahwa perkembangan kajian budaya secara profesional dan institusional pada akhirnya membawa kondisi yang disebut oleh Stuart Hall sebagai kajian yang mempermasalahkan secara kritis keberadaan, kekuasaan, sejarah/ masa lalu, dan politik (dalam arti luas), atau yang dikatakannya : “formalize out of existence the critical questions of power, history and politics,”(Hall, 1992: 286).[2]
Stuart Hall (1972) menjelaskan bahwa kajian media dan budaya, atau yang lebih dikenal dengan Media and Cultural Studies, pada dasarnya mencoba untuk menggoyang kemampuan berpikir kita tentang “realitas” dan apa yang dimaksud dengan “real” (yang sebenarnya) dalam kehidupan budaya kita sehari-hari. Dalam dunia yang sudah dipenuhi dengan images atau gambar-gambar, dan tulisan-tulisan yang ada di koran, televisi, film, video, radio, iklan, novel dan lain sebagainya, cara kita dan lingkungan sekitar kita ternyata bervariasi dan berbeda satu sama lain. Di era yang disebutnya sebagai “media saturated world” saat kehidupan manusia telah dimediasi oleh media masa, dan cara kita melihat, memandang, memahami dan berperilaku terhadap realitas sosial telah diantarai oleh media massa. Apa yang ada di sekitar kita, menentukan cara kita bertindak dan berperilaku terhadapnya, karena apa yang kita lihat, tonton, baca, dengarkan, dan nikmati dari media massa seolah “mengajarkan” kita untuk melakukan seperti itu. Pada kenyataannya, budaya kita sebenarnya juga dibentuk oleh media massa yang kita nikmati tiap harinya.[3]
Lebih jauh lagi, Hall (1972) menyatakan bahwa sentral dari studi media dan budaya adalah pada khalayak atau masyarakat yang selama ini kurang disentuh, terutama masyarakat sebagai makhluk yang membuat makna secara aktif dan masyarakat yang tidak dikooptasi oleh  kepentingan-kepentingan kekuasaan (power interrest) yang selama ini mendominasi media massa dan menentukan kehidupan sosial budaya masyarakat.[4]

2.      Ruang Lingkup Cultural Studies
Mengenai ruang lingkup kajian budaya diungkapkan secara jelas dalam Barker (2000), yakni (1) relasi antara kebudayaan dan kekuasaan, (2) seluruh praktik, institusi, dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam nilai-nilai partikular, kepercayaan, kompetensi, kebiasaan hidup, dan bentuk-bentuk perilaku yang biasa dari sebuah populasi, (3) pelbagai kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan gender, ras, kelas, kolonialisme dan sebagainya dengan pengembangan cara-cara berpikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang biasa digunakan oleh agen-agen dalam mengejar perubahan, dan (4) pelbagai kaitan wacana di luar dunia akademis dengan gerakan sosial dan politik, para pekerja di lembaga kebudayaan, dan manajemen kebudayaan.[5]
Selain itu cultural studies juga mencakup budaya pop, ideologi, wacana, feminisme, politik budaya, media, dan lain sebagainya. Karena cakupannya yang luas, di sini akan dipaparkan beberapa cakupan-cakupan tersebut.
·         Politik Kultural (Budaya)
Cultural studies adalah bidang multidisipliner atau bahkan pascadisipliner yang mengaburkan sekat-sekat antara dirinya dengan disiplin lain. Namun karena cultural studies tidak ingin dipandang sebagai ‘apa pun’ (Hall, 1992a), maka ia harus berusaha membedakan dirinya melalui politik. Cultural studies selalu meklaim terfokus pada isu kekuasaan, politik dan kebutuhan akan perubahan sosial. Sesungguhnya, cultural studies memiliki aspirasi untuk membangun jaringan dengan gerakan politik di luar akademi. Jadi, cultural studies adalah setumpuk teori dan serangkaian tindakan politis, termasuk produksi teori sebagai praktik politis (sebenarnya, praktik yang diunggulkan). Bagi cultural studies, pengetahuan tidak pernah menjadi fenomena netral atau objektif, melainkan soal posisionalitas, yang digambarkan Gray sebagai ‘siapa dapat mengenal apa tentang siapa, dengan cara apa dan untuk tujuan apa’ (Gray, 1997:94).[6]
·         Feminisme
Franklin et al. (1991) menunjukkan sejumlah kesamman pokok perhatian antara cultural studies dengan feminisme. Franklin et al. tertarik pada aspirasi feminisme dan cultural studies dalam mengkaitkan gerakan sosial dan politik di luar akademik dan dengan sikap kritisnya disiplin yang lebih mapan semisal sosiologi dan sastra inggris. Fokus kepada produksi pengetahuan muncul kecurigaan timbal balik dan tantangan terhadap gagasan mapan tentang ‘pengetahuan yang pasti’ , dengan menyatakan tempatnya sebagai posisionalitas proses mengetahui. Gray mendeskripsikan demikian “siapa yang bisa tahu tentang siapa, dengan cara apa dan untuk tujuan apa ‘(gray, 1997:94). Jadi baik feminisme maupun cultural studies ingin menghasilkan pengetahuan diri dan oleh kelompok yang ‘terpinggirkan’ dan tertindas dengan niatan tegas yaitu malakukan intervensi politik. Walhasil, cultural studies dan feminisme sama-sama memiliki kepentingan substantif dalam isu kekuasaan, reprensentasi, kebudayaan pop, subjektivitas, identitas dan konsumsi.[7]
·         Budaya Pop
Kebudayaan pop terutama adalah kebudayaan yang diproduksi secara komersial dan tidak ada alasan untuk berpikir bahwa tampaknya ia akan berubah dimasa yang akan datang. Namun, dinyatakan bahwa audien pop menciptakan makna mereka sendiri melalui teks kebudayaan pop dan melahirkan kompetensi kultural dan sumber daya diskursif mereka sendiri. Kebudayaan pop dipandang sebagai makna dan praktik yang dihasilkan oleh audien pop pada saat konsumsi dan studi tentang kebudayaan pop terpusat pada bagaimana dia digunakan. Argumen-argumen ini menunjukkan adanya pengulangan pertanyaan tradisional tentang bagaimana industri kebudayaan memalingkan orang kepada komoditas yang mengabdi kepada kepentingannya dan lebih suka mengeksplorasi bagaimana orang mengalihkan produk industri menjadi kebudayaan pop yang mengabdi kepada kepentingan.[8]
Edgar & Sedgwick (1999) dalam bukunya Key Concepts on Cultural Theory menulis, istilah “culture” memang tidak mudah didefinisikan, karena memiliki makna yang berbeda-beda dalam beragam konteks. Kendati demikian, konsep tentang budaya yang mendasari cultural studies dapat ditemukan bermuara pada antropologi kultural, sebagaimana cultural studies itu sendiri. “… It entails recognition that all human beings live in a world that is created by human beings, and in which they find meaning.” Karena itu, “culture is the complex everyday world we are all encounter and through which we all move.” Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka, tampaknya, budaya mencakup (hampir) segala sesuatu dan cultural studies, sebagai konsekuensinya, juga mempelajari (hampir) segala sesuatu!
Namun, kendatipun cultural studies tampaknya merupakan kajian yang paling sukar ditetapkan batas-batasnya, tidak berarti segala sesuatu dapat masuk menjadi bahasan cultural studies. Sardar dan Van Loon (2002) merinci karakteristik cultural studies (CS) sbb.
1)      CS bertujuan mengkaji pokok persoalan dari sudut praktik kebudayaan dan hubungannya dengan kekuasaan. Tujuan tetapnya adalah mengungkapkan hubungan tersebut mempengaruhi dan membentuk praktik kebudayaan.
2)      CS tidak hanya studi tentang budaya, seakan-akan ia merupakan entitas tersendiri yang terpisah dari konteks sosial dan politiknya. Tujuannya adalah memahami budaya dalam segala bentuk kompleksnya dan menganalisis konteks sosial dan politik tempat budaya mengejawantahkan dirinya.
3)      Budaya dalam CS selalu menampilkan dua fungsi: ia sekaligus merupakan objek studi maupun lokasi tindakan dan kritisisme politik. CS bertujuan, baik usaha pragmatis maupun ideal.
4)      CS berupaya membongkar dan mendamaikan pengotakan pengetahuan, mengatasi perpecahan antara bentuk pengetahuan yang tak tersirat (yaitu pengetahuan intuitif berdasarkan budaya lokal) dan yang objektif (yang dinamakan universal). CS mengasumsikan suatu identitas bersama dan kepentingan bersama antara yang mengetahui dan yang diketahui, antara pengamat dan yang diamati.
5)      CS melibatkan dirinya dengan evaluasi moral masyarakat modern dan dengan garis radikal tindakan politik. Tradisi CS bukanlah tradisi kesarjanaan yang bebas nilai, melainkan tradisi yang punya komitmen bagi rekontruksi sosial dengan melibatkan diri pada kritik politik. Jadi, CS bertujuan memahami dan mengubah struktur dominasi di mana-mana, namun secara khusus lagi dalam masyarakat kapitalis industrial.[9]



PENUTUP

1.      Kesimpulan
Cultural studies merupakan suatu pembentukan wacana, yaitu ‘kluster (atau bangunan) gagasan-gagasan, citra-citra dan praktik-praktik, yang menyediakan cara-cara untuk membicarakan topik, aktivitas sosial tertentu atau arena institusional dalam masyarakat. Cara-cara tersebut dapat berbentuk pengetahuan dan tindakan yang terkait dengannya’ (Hall, 1997a:6). Cultural studies dibangun oleh suatu cara berbicara yang tertata perihal objek-objek (yang dibawanya sebagai permasalahan) dan yang berkumpul di sekitar konsep-konsep kunci, gagasan-gagasan dan pokok-pokok perhatian.
Mengenai ruang lingkup kajian budaya diungkapkan secara jelas dalam Barker (2000), yakni (1) relasi antara kebudayaan dan kekuasaan, (2) seluruh praktik, institusi, dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam nilai-nilai partikular, kepercayaan, kompetensi, kebiasaan hidup, dan bentuk-bentuk perilaku yang biasa dari sebuah populasi, (3) pelbagai kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan gender, ras, kelas, kolonialisme dan sebagainya dengan pengembangan cara-cara berpikir tentang kebudayaan dan kekuasaan yang biasa digunakan oleh agen-agen dalam mengejar perubahan, dan (4) pelbagai kaitan wacana di luar dunia akademis dengan gerakan sosial dan politik, para pekerja di lembaga kebudayaan, dan manajemen kebudayaan.

2.      Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan kita mengenai cultural studies, dari pengertian, ruang lingkup sampai contoh-contohnya. Agar kita dapat memanfaatkan pengetahuan yang kita dapat ini dengan benar.


DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Santi Indra. 2003. “Cultural Studies” dalam Studi Komunikasi: Suatu Pengantar.
          MEDIATOR, Vol. 4, No. 1
Barker, Chris. 2009. Cultural Studies; Teori & Praktik (Cet. Ke-6), Terjemahan Nurhadi. Bantul :
          Kreasi Wacana
Ida, Rachmah. 2014. Metode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya. Jakarta : Prenada Media
          Group
Santoso, Anang. Ilmu Bahasa dalam Perspektif Kajian Budaya. Jurusan Sastra Indonesia  Fak. Sastra
          Universitas Negeri Malang



[1] Chris Barker, Cultural Studies; Teori & Praktik (Cet. Ke-6), Terjemahan Nurhadi, Kreasi Wacana, Bantul, 2009, Hlm. 6
[2] Rachmah Ida, Metode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya, Prenada Media Group, Jakarta, 2014, Hlm. 1-2
[3] Ibid., Hlm. 3
[4] Ibid., Hlm. 4
[5] Anang Santoso, Ilmu Bahasa dalam Perspektif Kajian Budaya, Jurusan Sastra Indonesia Fak. Sastra Universitas Negeri Malang, Hlm. 2-3
[6] Chris Barker, Cultural Studies; Teori & Praktik (Cet. Ke-6), Terjemahan Nurhadi, Kreasi Wacana, Bantul, 2009, Hlm. 371-372
[7] Ibid., Hlm. 237-238
[8] Ibid., Hlm. 50
[9] Santi Indra Astuti, “Cultural Studies” dalam Studi Komunikasi: Suatu Pengantar, MEDIATOR, Vol. 4, No. 1, 2003, Hlm. 58-59

google+

linkedin