Bentuk Keraguan dan Penolakan terhadap Agama
Tugas Mata Kuliah : Filsafat Agama
Dosen Pengampu : Tsuwaibah, M.Ag
Oleh :
M. Caesar Syarif H. (1504016019)
AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN & HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keraguan adalah pembahasan yang sudah ada sejak dulu, sejak awal sejarah filsafat Barat. Keraguan pada saat itu muncul karena ada banyak sekali pertentangan-pertentangan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Munculnya banyak aliran filsafat yang berbeda-beda pendapat.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.[1]
Keraguan terhadap Agama disebabkan atau muncul karena ada banyak agama di dunia ini, yang memiliki argumen kepercayaan dan pembahasan mereka masing-masing. Masing–masing dari agama tersebut memiliki doktrin yang saling mengklaim bahwa agamanyalah yang paling benar. Mereka membuktikan ajaran mereka dengan bermacam-macam cara, Salah satunya adalah pembuktian secara ilmiah doktrin-doktrin agama dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern. Hal ini juga dapat menjadi faktor kemunculan pandangan yang meragukan kebenaran agama. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas apa saja bentuk keraguan dan penolakan, serta akar keraguan terhadap Agama.
2. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian skeptisisme?
2) Apa saja bentuk keraguan dan penolakan terhadap Agama?
3) Apa saja akar keraguan terhadap Agama?
PEMBAHASAN
1. Skeptisisme
Skeptisisme adalah paham yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan) contohnya; kesulitan itu telah banyak menimbulkan skeptisisme terhadap kesanggupan dalam menanggapi gejolak hubungan internasional. Menurut kamus besar bahasa Indonesia skeptis yaitu kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dsb): contohnya; penderitaan dan pengalaman menjadikan orang bersifat sinis dan skeptis. Jadi secara umum skeptisisme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya.[2] Sedangkan skeptisisme adalah suatu paham bahwa kita tidak dapat mengetahui realitas. Skeptisisme melebar dari ketidakpercayaan komplit serta total akan segala sesuatu menuju keraguan tentatif akan proses pencapaian kepastian.[3]
Konsep skeptis idealnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, kendati kala itu mereka belum menamai paham tersebut. Paham skeptis pertama kali diperkenalkan oleh Socrates. Socrates sangat meragukan apa yang dia lihat, termasuk meragukan dirinya sendiri. Namun, paham skeptis ini mulai dicetuskan pada zaman modern oleh Rene Descartes dalam metode ilmiahnya. Skeptis berarti meragukan semua hal dalam bentuk apa pun, untuk mencapai tujuan akhir yang tak tergoyahkan. Skeptis dalam konteks filsafat, yaitu metode untuk mencari kebenaran. Jadi, keraguan dalam filsafat adalah menangguhkan suatu hal hingga mencapai sebuah kepastian.[4]
2. Bentuk Keraguan dan Penolakan terhadap Agama
· Positivisme
Pada abad ke-19 timbullah filsafat yang disebut positivisme, yang diturunkan dari kata positif”. Filsafat ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Segala uraian dan persoalan yang di luar apa yang ada sebagai fakta atau kenyataan dikesampingkan. Oleh karena itu metafisika ditolak. Apa yang kita ketahui secara positif adalah segala yang tampak, segala gejala.[5]
Positivisme cenderung untuk menjumbuhkan pengetahan dengan bahan ilmu alam dan menyerahkan pertanyaan-pertanyaan tentang makna saja untuk dianalisa oleh filsafat. Hal-hal yang merupakan fakta-fakta dikatakan termasuk bidang ilmu. Hanya analisa tentang bahasa dan pertanyaan-pertanyaan mengenai makna dan verifikasi yang mengiringinya, yang tetap diakui terasuk lingkungan filsafat.[6]
Filsafat positivisme diantarkan oleh AUGUST COMTE (1798-1857), yang dilahirkan di Montpellier pada tahun 1798 dari keluarga pegawai negeri yang beragama Katolik. Karyanya yang pokok, yang sistematis, adalah Cours de philosophie positive, atau “Kursus tentang Filsafat Positif” (1830-1842), yang diterbitkan dalam 6 jilid.[7]
Sosiologi yang dikemukakan Spencer tidak kalah dengan ajaran Comte. Guna menyusun sosiologinya yang secara sistematis itu ia telah mengumpulkan fakta-fakta yang banyak sekali. Ia menyamakan masyarakat dengan organisme. Juga di sini berlaku asas perkembangan, bahkan asas ini juga berlaku di bidang rohani (agama). Menurut hukum integrasi itu, dari kepercayaan yang bersahaja kepada roh-roh tumbuhlah dengan perlahan-lahan gagasan-gagasan keagamaan, hingga menjadi suatu pengertian tentang Allah yang homogin dan sentral. Akan tetapi agama itu hanya menjadi pusat hidup selama hidup perorangan dan masyarakat yang lahiriah tidak menentu dan senantiasa terancam. Masyarakat yang bersahaja itu pada hakikatnya disusun terarah kepada perang, sebab selama para manusia hidup dari perampasan dan penaklukan hidup ini ditandai oleh perang. Oleh karenanya masyarakat yang bersahaja harus diganti dengan masyarakat yang lebih mencintai perdamaian dan berindustri, yaitu suatu bentuk negara industri. Dengan demikian akan dihapuskan tiap negara yang bersifat absolutistis, yang menganakemaskan militer, serta yang mengadakan pemisahan-pemisahan sosial, dan akan dimulailah kebebasan perorangan dan demokrasi. Perhatian manusia akan membalik dari agama ke hidup di dunia ini. Menurut Spencer, Inggris telah menjadi pelopor dalam perkembangan ini, sedang Perancis dan Jerman masih dikuasai oleh militerisme dan absolutisme.[8]
· Materialisme
Yang-Nyata ialah Yang-Material. Materialisme merupakan suatu bentuk realisme, karena paham ini menjumbuhkan yang-nyata dengan materi. Tanpa mengecualikan sesuatu, seseorang penganut materialisme menganggap bahwa materi ialah satu-satunya hal yang nyata. Materi ialah hal yang terdalam dan bereksistensi atas kekuatan sendiri, dan tidak memerlukan suatu prinsip yang lain untuk menerangkan eksistensinya sendiri. Materi itu sendiri merupakan sumber serta keterangan terdalam bagi bereksistensinya segala sesuatu yang ada, bahkan juga bagi adanya jiwa manusia. Sebelum diketahui orang, materi sudah ada dan dari materi itulah segala sesuatu berkembang.[9]
Menurut materialisme, materi sajalah yang nyata. Di dalam hidup kemasyarakatan satu-satunya yang nyata adalah “adanya masyarakat”. Kesadaran masyarakat, yaitu idea-ideanya, teori-teorinya, pandangan-pandangannya, dan lain sebagainya, hanya mewujudkan suatu gambar cermin dari apa yang nyata.[10]
Pada pertengahan kedua abad ke-19 ini timbul juga aliran materialisme di dalam filsafat Jerman. Yang memberi dorongan pertama ialah LUDWIG FEUERBACH (1804-1872), salah seorang dari sayap kiri pengikut Hegel. Ia mengritik agama, pertama-tama dengan alat-alat psikologis. Salah satu hasil karyanya ialah Das Wesen des Christentums, atau “Hakekat Agama Kristen” (1841). Menurut dia, agama timbul keluar dari hakekat manusia sendiri, yaitu dari sifat egoismenya, dari pendambaannya terhadap kebahagiaan. Apa yang tidak ada pada dirinya sendiri, tetapi yang didambakan manusia, digambarkan sebagai kenyataan yang ada pada para dewa. Oleh karena itu para dewa sebenarnya adalah keinginan manusia, yang digambarkan sebagai benar-benar ada, dan yang digambarkan sebagai menjelma pada diri tokoh-tokoh yang nyata. Seandainya manusia tidak memiliki keinginan ia tentu juga tidak akan beragama dan tidak akan memiliki dewa-dewa. Bahwa ada banyak dewa yang bermacam-macam, hal itu disebabkan karena manusia memiliki bermacam-macam keinginan, dan bahwa manusia memiliki bermacam-macam keinginan, hal itu disebabkan karena ada bermacam-macam manusia.[11]
Pandangan Feuerbach ini berdasarkan suatu anggapan tentang bagaimana manusia menjadi diri (yang diterimanya dari Hegel: Untuk menjadi diri sendiri manusia harus menjadi objek bagi dirinya sendiri. Jadi ia harus memproyeksikan diri ke luar dari dirinya sendiri supaya ia dapat menghadap dan melihat hakikatnya itu).[12]
Marx mengumandangkan bahwa agama adalah candu masyarakat: Agama adalah kesadaran diri dan perasaan pribadi manusia, di saat ia belum menemukan dirinya atau di saat ia telah kehilangan dirinya. Tetapi manusia itu bukanlah sejenis makhluk abstrak yang berdiam di luar dunia. Manusia adalah dunia manusia, negara, masyarakat. Negara, masyarakat itu menghasilkan agama, yang merupakan suatu kesadaran terhadap dunia yang tidak masuk akal. Agama adalah teori umum tentang dunia, ensiklopedia compendium …ia adalah realisasi fantastis makhluk manusia, sebab ia tidak memiliki realitas yang sungguh jadi… Kesengsaraan religius di satu pihak adalah penyataan dari kesengsaraan nyata, dan di lain pihak sebagai suatu proses terhadap kesengsaraan yang nyata itu. Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tidak berkalbu, seperti halnya ia merupakan roh dari suatu kebudayaan yang mengenal roh. Agama adalah candu dari masyarakat.[13]
Ide tentang adanya Tuhan Yang Maha Besar adalah suatu refleks dari pada ketidak mampuan manusia. Karena manusia tidak dapat mengerjakan hal-hal yang besar, maka ia menghayalkan adanya zat Yang Maha Kuasa.[14]
3. Akar Keraguan terhadap Agama
· Naturalisme
Naturalisme, Aliran dalam kefilsafatan yang mengidentifikasikan bahwa di mana makhluk hidup berkembang biak diatur oleh kekuatan dan hukum alam seperti kondisi sakit sebagai akibat dari sebab alami.[15]
Makna “Naturalisme”. Mengatakan bahwa barang sesuatu bersifat alami, mempunyai sejumlah makna. Dua di antaranya secara khusus penting bagi kita. (1) Merupakan hasil berlakunya hukum alam fisik. Misalnya, saya mengatakan, “Gerhana matahari merupakan gejala alami”, dan yang saya maksudkan ialah, bahwa gerhana matahari terjadi sesuai dengan hukum gerakan benda angkasa. (2) Terjadi menurut kodrat atau wataknya sendiri. Misalnya saya mengatakan, “Secara alami (wajar) ia berbuat demikian”, dan yang saya maksudkan ialah bahwa perbuatannya itu sesuai dengan watak atau kodratnya.[16]
Kesulitan yang paling berat adalah pertentangan yang terbuka dan yang lazim antara dua hal, yaitu antara sains dan agama. Pokok daripada persoalan itu ialah bahwa sains menghendaki naturalisme, sedangkan agama menghendaki supernaturalisme, dan kedua hal itu kelihatannya tak dapat disesuaikan.[17]
Kalau Ilmu mempunyai konsep yang pasti tentang alam, agama pun mempunyai doktrin-doktrin yang mutlak tentang supernatur. Mukjizat dan doa adalah ajaran agama yang tidak boleh dibantah lagi, seperti Nabi Ibrahim tidak terbakar oleh api. Menurut hukum alam, api harus membakar, tetapi dalam kasus Nabi Ibrahim tidak. Di sini, terlihat bahwa dua konsep tersebut bertentangan satu sama lain. Problemnya kemudian adalah kalau agama yang lebih benar, maka teori ilmu tersingkir, sedangkan kalau teori ilmu yang lebih benar, maka agama tersingkirkan.[18]
Baik ilmu maupun agama menjadikan keharmonisan susunan alam sebagai objek penelitian dan sarana argumentasi. Ilmu dan agama sama-sama menganjurkan untuk memperhatikan susunan alam. Hanya saja bagi penganut naturalisme, alam dijadikan sebagai objek kajian untuk menetapkan teori-teori ilmu, sedangkan para teolog, alam dijadikan objek kajian untuk mempertegas wujud dan kebesaran Tuhan. Struktur ilmiah menuntut keobjektifan, teruji, terbukti, dan pasti. Adapun, struktur agama menuntut keyakinan (bersifat subjektif) dan tidak perlu dibuktikan, tetapi dapat diperkuat oleh argumen rasional. Ukuran ilmu dan agama juga berbeda, ilmu ukurannya adalah salah atau benar, sedangkan agama ukurannya iman dan kafir.[19]
PENUTUP
1. Kesimpulan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia skeptis yaitu kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dsb), secara umum skeptisisme adalah ketidakpercayaan atau keraguan seseorang tentang sesuatu yang belum tentu kebenarannya.
Bentuk dan penolakan terhadap agama serta akar keraguan terhadap agama: Positivisme, positivisme cenderung untuk menjumbuhkan pengetahan dengan bahan ilmu alam dan menyerahkan pertanyaan-pertanyaan tentang makna saja untuk dianalisa oleh filsafat. Materialisme, menurut materialisme materi sajalah yang nyata. Naturalisme, makna “Naturalisme”, Mengatakan bahwa barang sesuatu bersifat alami, mempunyai sejumlah makna.
2. Saran
Semoga setelah membaca tulisan di atas, kita menjadi tahu apa saja paham-paham yang menjadi bentuk dan penolakan terhadap agama, serta akar keraguannya terhadap agama. Dan agar menjadikan kita lebih meyakini agama yang kita percaya ini, dan tidak mudah untuk menjadi ragu terhadapnya.
DAFTAR PUSATAKA
Agama, (diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Agama pada
tanggal 16 April 2017 pukul 18:40 WIB.)
tanggal 16 April 2017 pukul 18:40 WIB.)
Anshori, Ibnu. 2016. Skeptis terhadap Agama (Studi komparasi
Pemikiran Zakaria Al-Razi dan Karl Marx), Skripsi, Fakultas
Ushuluddin dan Humaniora, Akidah Filsafat, UIN Walisongo
Semarang
Pemikiran Zakaria Al-Razi dan Karl Marx), Skripsi, Fakultas
Ushuluddin dan Humaniora, Akidah Filsafat, UIN Walisongo
Semarang
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Utama
Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Hadiwijono, Harun. 2011. Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. Ke-24).
Yogyakarta: Kanisius
Yogyakarta: Kanisius
Kattsoff, Louis O.. 1992. Pengantar Filsafat (Cet. Ke-5). Terjemahan
Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana
Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana
Ramly, Andi Muawiyah. 2000. Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme
Dialektis dan Materialisme Historis). Yogyakarta: LKiS
Dialektis dan Materialisme Historis). Yogyakarta: LKiS
Skeptisisme, (diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Skeptisisme
pada tanggal 16 April 2017 pukul 18:40 WIB.)
pada tanggal 16 April 2017 pukul 18:40 WIB.)
Sudarsono. 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Cipta
Suseno, Franz Magnis. 2013. Menalar Tuhan (Cet. ke-8). Yogyakarta:
Kanisius
Kanisius
Trueblood, David.1987. Filsafat Agama (Cet. Ke-7). Terjemahan
M. Rasjidi. Jakarta: Bulan Bintang
M. Rasjidi. Jakarta: Bulan Bintang
[1] Agama, (diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Agama pada tanggal 16 April 2017 pukul 18:40 WIB.)
[2] Skeptisisme, (diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Skeptisisme pada tanggal 16 April 2017 pukul 18:40 WIB.)
[3] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996, Hlm. 1017
[4] Ibnu Anshori, Skeptis terhadap Agama (Studi komparasi Pemikiran Zakaria Al-Razi dan Karl Marx), Skripsi, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, Akidah Filsafat, UIN Walisongo Semarang, 2016, Hlm. 26-27
[5] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. Ke-24), Kanisius, Yogyakarta, 2011, Hlm. 109
[6] Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Cet. Ke-5), Terjemahan Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992, Hlm. 119
[7] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. Ke-24), Kanisius, Yogyakarta, 2011, Hlm. 110
[8] Ibid., Hlm. 115-116
[9] Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Cet. Ke-5), Terjemahan Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992, Hlm. 123-124
[10] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. Ke-24), Kanisius, Yogyakarta, 2011, Hlm. 121
[11] Ibid., Hlm. 117-118
[12] Franz Magnis-Suseno, Menalar Tuhan (Cet. ke-8), Kanisius, Yogyakarta, 2013, Hlm. 67
[13] Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx (Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis), LKiS, Yogyakarta, 2000, Hlm. 165-166
[14] David Trueblood, Filsafat Agama (Cet. Ke-7), Terjemahan M. Rasjidi, Bulan Bintang, Jakarta, 1987, Hlm. 92
[15] Sudarsono, Kamus Filsafat dan Psikologi, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, Hlm. 164
[16] Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Cet. Ke-5), Terjemahan Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992, Hlm. 115
[17] David Trueblood, Filsafat Agama (Cet. Ke-7), Terjemahan M. Rasjidi, Bulan Bintang, Jakarta, 1987, Hlm. 123
[18] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama 1, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997, Hlm. 138
[19] Ibid., Hlm. 144
1 komentar:
Tulis komentarYuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
ReplyDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny